Rabu, 11 Februari 2009

Perniagaan Rasulullah SAW dengan harta Khadijah ra dan pernikahannya dg Khadijah ra


Khadijah, menurut riwayat Ibnul Atsir dan Inu Hisyam adalah seorang wanita pedagang yang mulia dan kaya. Beliau sering mengirim orang kepercayaannya untuk berdagang. Ketika mendengar kabar tentang kejujuran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kemuliaan akhlaknya. Khadijah mencoba memberi amanat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa dagangannya ke Syam (sekarang Palestina, Syria, Lebanon, dan Yordania).
Khadijah membawakan barang dagangan yang lebih baik dari apa yang dibawakan kepada orang lain. Dalam perjalanan dagang ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditemani Maisarah, seorang kepercayaan Khadijah. Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima tawaran ini dan berangkat ke Syam bersama Maisarah meniagakan harta Khadijah. Dalam perjalanan ini Nabi berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda, sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya.
Selama perjalanan tersebut Maisarah sangat mengagumi akhlak dan kejujuran Nabi. Semua sifat dan perilaku tersebut dilaporkan Maisarah kepada Khadijah. Khadijah tertarik pada kejujurannya, dan ia pun terkejut oleh keberkahan yang diperolehnya dari perniagaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Khadijah menyampaikan hasratnya untuk menikah dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perantaraan Nafisah binti Muniyah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujuinya, kemudian Nabi menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya. Setelah itu, mereka meminang Khadijah untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari paman Khadijah, Amr bin Asad. Ketika menikahinya, Nabi berusia dua puluh lima tahun, sedangkan Khadijah berusia empat puluh tahun.
Sebelum menikah dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Khadijah pernah menikah dua kali. Pertama dengan Atiq bin A’idz at-Tamimi, dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi; namanya Hindun bin Zurarah. 1
Mengenai kedudukan dan keutamaan Khadijah dalam kehidupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya ia tetap mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah sepanjang hidupnya. Telah disebutkan di dalam riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa Khadijah adalah wanita terbaik pada zamannya.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ali ra pernah mendengar Rasulullah bersabda : “Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita (bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.” 2
Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata : “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali kepada Khadijah, sekalipun aku tidak pernah bertemu dengannya. Adalah Rasulullah ketika menyembelih kambing, ia berpesan, “Kirimkan daging kepada teman-teman Khadijah.” Pada suatu hari aku memarahinya, lalu aku katakan, “Khadijah?” Kemudian Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku telah dikaruniai cintanya.” 3
Ahmad dan Thabrani meriwayatkan dari Masruq dari Aisyah ra, ia berkata : “Hampir tidak pernah Rasulullah keluar rumah sehingga menyebut Khadijah dan memujinya. Pada suatu hari Rasulullah menyebutnya, sehingga menimbulkan kecemburuanku. Lalu aku katakan, “Bukankah ia hanya seorang tua yang Allah telah menggantikannya untuk kakanda orang yang lebih baik darinya?” Kemudian Rasulullah marah seraya bersabda, “Demi Allah, Allah tidak menggantikan untukku orang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, dia membela dengan hartanya ketika orang-orang menghalangiku, dan aku dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak sama sekali dari istri lainnya.”
Sehubungan dengan pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Khadijah, kesan yang pertama kali didapatkan dari pernikahan ini ialah, bahwa Rasulullah sama sekali tidak memperhatikan faktor kesenangan jasadiah. Seandainya Rasulullah sangat memperhatikan hal tersebut, sebagaimana pemuda seusianya, niscaya beliau mencari orang yang lebih muda, atau minimal orang yang tidak lebih tua darinya. Nampaknya, Rasulullah menginginkan Khadijah karena kemuliaan akhlaknya diantara kerabat dan kaumnya, sampai ia pernah mendapatkan julukan ‘Afifah Thahirah (wanita suci) pada masa jahiliyah.
Pernikahan itu berlangsung hingga Khadijah meninggal dunia pada usia enam puluh lima tahun, sementara itu Rasulullah telah mendekati lima puluh tahun, tanpa berfikir selama masa ini untuk menikah dengan wanita atau gadis lain.
Oleh : Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy
———————–1 Diriwayatkan oleh Ibnu Sayyidin-Nas dalam ‘Uyunul Atsar, Ibnu Hajar dalam al-Ishabah dan lainnya.2 Kata ganti di dalam kata nisa’iha seperti ditunjukkan oleh riwayat Muslim kembali kepada langit untuk yang pertama (Maryam) dan kepada bumi untuk yang kedua (Khadijah). Berkatalah ath-Thaibi: kata ganti yang pertama kembali kepada umat di masa Maryam hidup., yang kedua kembali kepada umat ini. Lihat Faithul Bari, 7/91.3 Muttafaq ‘Alaih, lafazh ini bagi Muslim.
(Sumber : Sirah Nabawiyah, Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Rabu, 04 Februari 2009

Pembersih Jiwa Sejati

Seorang wanita Ghamidiyyah itu mendatangi Rasulullah SAW dan memohon kepada beliau agar dirinya dihukum rajam, karena telah melakukan perzinahan.
"Bersihkan saya" pinta wanita itu pada Rasulullah SAW.

Meski telah mendengar kesaksian para saksi dan cerita mengenai perzinahan itu, Rasulullah SAW tidak langsung memenuhi permintaan itum bahkan menyuruh wanita yang telah hamil itu untuk pulang.
" Pulanglah janin yang ada dalam rahimmu, punya hak untuk dilahirkan".

Dengan rasa sedih dan menyesal, wanita itu pulang dan berniat kembali kepada Rasulullah setelah melahirkan anaknya. Saat- saat yang ditunggu- tunggu itupun datang, wanita itu kembali mendatangi Rasulullah SAW dengan membawa anak yang baru dilahirkannya dan memohon agar ia dihukum rajam. Untuk kedua kalinya Rasulullah menolak permintaannya. Kali ini alasan Rasulullah SAW adalah sang bayi perlu disusui selama dua tahun.

Stelah dua tahun menyusui, barulah Rasulullah memenuhi permohonan wanita tersebut dan segera mempersiapkan prosesi hukuman rajam terhadap wanita yang sungguh- sungguh menginginkan dirinya kembali bersih itu.
Seperti kita ketahui , hukuman rajam bagi pezina yang belum menikah adalah dicambuk sebanyak seratus kali. sedangkan hukum rajam bagi orang yang sudah menikah adalah dengan ditimpuki atau dilempari batu hingga mati. Karena si wanita pezina ini belum menikah, maka dia dikenakan hukuman cambuk sebanyak 100 kali, dan yang bertugas mencambuknya adalah Khalid bin walid.

Prosesi rajam siap dilaksanakan, Khalid pun sudah siap dengan cambuknya. Sementara didepannya, wanita itu dengan ikhlas siap menerima satu per satu cambuk yang akan mendarat ketubhnya. Disekelilingnya, Rasulullah dan para sahabat serta masyarakat muslim lainnya menahan haru menyaksikan detik- detik peristiwa 'penyucian diri' itu.

Darah pun meleleh seketika, dan ayunan cambuk pun terus menerus 'membelai' tubuh wanita itu. Dan saat ayunan cambuk kembali menghujam, cipranat darah mengotori gamis putih Khalid bin walid. Khalid pun marah, tangan besarnyakembali menghujamkan cambuk berkali- kali dan dari mulutnya keluarlah kata- kata serapahan yang menghina wanita itu dengan sebutan 'wanita kotor'. Melihat amarah dan cacian khalid yang menghina si wanita Rasulullah pun berkata pada khalid " Sesungguhnya wanita ini lebih putih hatinya kini daripada gamismu ini wahai khalid bin walid".

Sesudah mendapat rajam dari khalid dan selesai lah prosesi rajam itu, dan wanita itupun ,Meninggal dengan darah yang bersimbah disekujur tubuhnya.maka dia telah terbebas dari siksa akibat perbuatan zinah yang ia lakukan.

Dari cerita wanita pada zaman Rasulullah SAW itu, dapat kita petik sebuah hikmah mengenai kesungguhan seseorang untuk mengakui kesalahannya dan menginginkan dirinya kembali bersih lagi dari dosa zinah yang telah dia perbuat. Wanita itu berani mempertanggungjawabkan dosanya didunia dengan siksaan seperti itu, karena sesungguhnya siksa azab Allah diakhirat kelak lebih pedih daripada siksa yang ada didunia.

Semoga kita (termasuk saya) dapat berani mempertanggungjawabkan apa yang telah kita perbuat, dan lebih berhato- hati lagi dalam menjalani hidup ini. Semoga kisah ini bermanfaat, kesalahan sesungguhnya datang dari saya makhluk-Nya yang kemah, dan seluruh hikmah dan kebenaran datangnya dari Dia yang Maha Agung.

Wassalamu'alaikum. Wr. Wb