Sabtu, 18 April 2009

Ma’mum Masbuq

Assalamu’alaikum wr. Wb.

  • Kalau kita ketinggalan al-Fatihah itu dihitung satu rekaat atau tidak?
  • Kalau kita masbuk, tetapi kita masih sempat mendapatkan rukuk itu terhitung satu rekaat atau tidak?

Saya pernah membaca buku kalau kita masih mendapatkan ruku’ terhitung satu rekaat, mana yang benar ustadz? (Zhie-Fa X4 SMA)

Jawab;

Wa’alaikumussalam wr. wb

1- Ulama’ telah sepakat bahwa Fatihah adalah rukun, sehingga setiap orang harus membaca al-Fatihah. Tetapi jika seseorang manjadi makmum sedangkan imam membaca dengan jahr, maka ada perbedaan di kalangan ulama’

a. Makmum tidak boleh membaca sama sekali, baik al-Fatihah amaupun surat, baik mendengar bacaan imam ataupun tidak, sebagaimana pendapat madzhab Hanafi, berdasarkan sabda nabi saw.

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَإِنَّ قِرَاءَةَ الإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ .

Dari Jabir, berkata; Rasullah saw bersabda, barangsiapa memiliki imam, maka sesungguhnya bacaan imam adalah bacaan baginya (Ibnu Majah)

b. Makmum wajib membaca al-Fatihah, baik mendengar bacaan imam atau tidak, sebagaimana pendapat Imam asy-Syafi’i, berdasarkan hadis

فَلاَ تَقْرَءُوا بِشَىْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلاَّ بِأُمِّ الْقُرْآنِ

Janganlah kalian membaca sesuatu dariayat al-Qur’an, jika aku membaca dengan jahr (keras) melainkan Ummul Qur’an (al-Fatihah)

c. Makmum wajib membaca al-Fatihah kalau tidak mendengar bacaan imam, kalau ia mendengar bacaan imam, ia tidak boleh membaca, sebagaimana pendapat madzhab Ahmad dan Malik. Berdasarkan kepada ayat dan hadis-hadis berikut:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآَنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat (al-A’raf:204)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَإِنَّ قِرَاءَةَ الإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ .

Dari Jabir, berkata; Rasullah saw bersabda, barangsiapa memiliki imam, maka sesungguhnya bacaan imam adalah bacaan baginya (Ibnu Majah)

إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا

Dijadikannya imam adalah untuk diikuti, apabila ia bertakbir maka bertakbirlah, apabila ia membaca maka dengarkanlah (Ibnu Majah)

عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّهُ سَأَلَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ عَنْ الْقِرَاءَةِ مَعَ الْإِمَامِ فَقَالَ لَا قِرَاءَةَ مَعَ الْإِمَامِ فِي شَيْءٍ

Dari Atha’ bin yasar, bahwasannya ia bertanya kepada Zaid bin Tsabit tentang bacaan di belakang imam, maka ia (Zaid) menjawab, Tidak ada bacaaan apapun bersama dengan imam (HR Muslim)

عَنْ أَبِى وَائِلٍ : أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ ابْنَ مَسْعُودٍ عَنِ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ الإِمَامِ فَقَالَ : أَنْصِتْ لِلْقُرْآنِ ، فَإِنَّ فِى الصَّلاَةِ شُغْلاً ، وَسَيَكْفِيكَ ذَاكَ الإِمَامُ.

Dari Abu Wa’il, bahwa seseorang bertanya kepada Ibnu Mas’ud tentang bacaan dibelakang Imam, maka ia menjawab, diamlah karena al-Qur’an karena sesunguhnya di dalam shalat itu ada urusan (kesibukan), dan akan cukup bagimu bacaan imam itu (al-Baihaqi)

Pendapat yang paling kuat di antara ketiga pendapat di atas, jika seorang makmum mendengar bacaan imam, maka ia cukup mendengarkan bacaan saja, tidak usah membaca al-Fatihah. Tetapi jika ia tidak mendengar bacaan imam maka ia wajib membaca al-Fatihah sendiri.

Berdasarkan kesimpulan di atas, seorang masbuq yang tidak mendengar Imam membaca surat al-Fatihah, tetap sah untuk dihitung satu rekaat, selama ia mendengar bacaan imam. Kalau ia tidak mendengar bacaan imam, maka ia wajib membaca sendiri.

2- Terjadi perbedaan pendapat di antara Ulama’ tentang masalah orang masbuq ketika jama’ah dalam keadaan ruku’ lalu ia mengikuti ruku’ tersebut, apakah ia mendapat satu rekaat atau tidak?

Pertama, Sebagian ulama’ mengatakan mendapatkan satu rekaat dengan alasan hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari,

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّهُ انْتَهَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ رَاكِعٌ فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ إِلَى الصَّفِّ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ

Abi Bakrah At Tsaqafi pada suatu hari dia datang ke mesjid (untuk mengerjakan shalat) sedangkan Nabi sedang ruku’, lantas ia ruku’ sebelum sampai ke dalam shaf kemudan masuk ke dalam shaf, maka Nabi bersabda kepadanya : “Semoga Allah menambahmu motifasi dan jangan kamu ulangi.” (HR al-Bukhari)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ أَدْرَكَ الرُّكُوعَ مِنَ الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَلْيُضِفْ إِلَيْهَا أُخْرَى وَمَنْ لَمْ يُدْرِكِ الرُّكُوعَ مِنَ الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ فَلْيُصَلِّ الظُّهْرَ أَرْبَعًا

Dari Abu Hurairah, barangsiapa yang mendapatkan ruku’ pada rekaat terakhir pada hari Jum’at maka hendaklah menambah satu rekaat, dan barangsiapa tidak mendapatkan ruku’ pada rekaat terakhir maka hendaklah shalatlah shuhur empat rekaat (HR ad-Daruquthni)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ

Dari Abu Hurairah bahwa rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang mendapatkan satu rekaat dari suatu shalat maka ia telah mendapatkan shalat (HR al-Bukhari)

Pendapat kedua,

Menyatakan bahwa ma’mum masbuq yang mendapati imam ruku’ tidak dianggap mendapatkan satu rekaat. Dengan alasan;

a- Keumuman perintah membaca al-fatihah, di dalam hadis.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Dari ubadah bin Shamit, dari Nabi saw, Tidak ada (sah) shalat bagi orang yang tidak membaca al-fatihah (at-Tirmidzi)

Satu rekaat terdiri dari takbiratul ihram, berdiri, membaca al-Fatihah, ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud dan sujud yang kedua. Ketika seseorang mendapati imam ruku’ maka ia telah tertinggal berdiri dan bacaan al-Fatihah bersama imam. Padahal kedua hal itu termasuk rukun shalat. Di dalam sebuah rangkaian rekaat jika seseorang tidak membaca al-Fatihah atau mendapatkan bacaan imam maka dianggap tidak sah rekaat tersebut dan harus diulangi.

b. Pemahaman kata rekaat di dalam hadis “siapa yang mendapatkan satu rekaat” adalah orang yang biasa mengikuti imam satu rekaat lengkap, mulai berdiri, bacaan, hingga sujud yang kedua.

c. Di dalam hadis yang menceritakan tentang kasus yang dialami oleh Abu Bakrah, tidak ada keterangan bahwa Abu Bakrah tidak melengkapi rekaat yang tertinggal atau tidak. Maka larangan mengulangi yang dikemukakan oleh Rasullah pun masih bisa difahami dengan pemahaman lain, yaitu larangan untuk terburu-buru mengikuti imam sebelum sampai ke dalam shaf.

d. Sedangkan hadis Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni, adalah dla’if, sebab di dalam sanadnya ada soerang rawi yang bernama Sulaiman bin Abu Dawud al-Harrani, dia dinilai munkar oleh Imam al-Bukhari, Abu Hatim pun mendla’ifkannya, demikian pula ahli hadis yang lain. maka hadis itu tidak bisa menjadi dasar hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar